BERPIJAK PADA SEUTAS DAUN
Aku anak dari seorang anak adam yang terlahir dengan kesempurnaan fisik dan sedikit kecacatan rupa, namun semua ini cukup nikmat kurasakan tak kala tuhan dari bapak ku selalu memberikan sedikit rasa dan prasa ujian yang aku harus berjuang memecahkannya, anak adam itu selalu bertutur, bahwasannya kehidupan ini akan terasa sulit bagi aku seorang keturunan adam, namun itulah takdir. seraya jagat terus berputar mengitari galaksi pada porosnya dengan keseimbangan ilmu grafitasi yang pernah terucap dari mulut seorang NEWTON, seperti teori tahajut yang sangat afdol ketika dilaksanakan pada waktu sepertiga malam, sepertiseorang ibu yang dikaruniai rahim, seperti seorang pelacur yang berusaha memuaskan siapapun laki-laki di pelukannya. itulah takdir. dia mengajariku monolog dihadapan lembaran ilalang "kenapa engkau makhluk ciptaan tuhanku..kenapa engkau selalu berayun kemana sang angin berhebus..takinginkah kau mencoba prasa dan rasa baru dalam ayunan mu? tak jenuhkah engkau dengan sikap mu?". sederhana, subuah monolog tentang makhkluk yang ilmuan katakan sebagai HOMOSAFIEN dan dalam kitab suci ku disebut sebagai INSAN KALIL (makhluk berfikir, dia berinteraksi seolah ilalang adalah makhluk yang setrata dengannya, seolah ia bisa mendengar dan merubah dirinya, hingga aku sadar ternyata dia sedang berinteraksi dengan dirinya sendiri sama seperti yang aku rasakan pada sasaat menyimak anak adam tersebut. aku tak seharysnya berpikak pada seutas daun, tap lula pada seonggok tanah, karenakehidupan terus berjalan, ujian hanyalah bumbu dari sebuah masakan seperti cabai dalam balutan kembang gula, walau tak seberaa cukup menyadarkan kita akan pentingnya transformasi untuk beadaptasi dengan dunia titipan tuhan dari adam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar